Adat istiadat adalah
himpunan kaidah-kaidah sosial yang sejak lama ada dan telah menjadi kebiasaan
(tradisi) dalam masyarakat. Sebagai contoh, dalam masyarakat Jawa terdapat adat
istiadat untuk melakukan upacara Selapanan ketika seorang bayi telah berumur 40
hari. Upacara ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat Jawa sejak lama.
Umumnya, orang meyakini bahwa kaidah-kaidah sosial dalam adat
istiadat merupakan kehendak nenek moyang atau makhluk yang mengatur
kejadian-kejadian alam yang bersifat gaib dan sulit dimengerti oleh orang awam.
Oleh karena itu, aturan-aturan yang ditetapkan adat harus dijalankan. Hal itu
akan membuat warga terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti
penyakit dan bencana.
Keraton Kacirebonan sendiri
memiliki adat istiadat untuk melakukan upacara tahunan seperti Syuraan,
Muludan, Grebeg Syawal, Rajaban dan masih banyak lagi hal lainnya. Upacara yang
paling terkenal diseluruh keraton Cirebon, baik itu keraton Kasepuhan, Kanoman,
maupun Kacirebonan ialah Upacara Panjang Jimat. Di Kompleks makam Sunan Gunung
Jati pun juga melakukan hal ini.
Panjang Jimat adalah sebuah
ritual tradisional yang rutin dari turun-temurun, yang biasa dilaksanakan tiap
malam 12 Rabiul Awal atau Maulid. Yakni bertepatan dengan hari kelahiran Nabi
Muhammad SAW. Tujuan utama dari upacara Panjang Jimat sendiri adalah untuk
memperingati dan sekaligus mengenang hari kelahiran Nabi Muhammad.
Kata panjang
ditafsirkan secara harfiah, adalah bentuk piring dan perabotan dapur
peninggalan sejarah yang diisi dengan makanan dengan dianalogikan dengan
prosesi kelahiran nabi. Sedangkatan kata Jimat, merupakan akronim dari kata
Diaji dan Dirumat yang berarti dipelajari dan diamalkan yakni ajaran-ajaran
islam dengan menauladari Nabi Muhammad.
Acara di Keraton
Kacirebonan biasa dimulai pukul 08.00 malam di pelataran Keraton Kacirebonan
(Prabayaksa). Ditandai dengan doa-doa pembuka dan keluarnya keluarga Sultan
dari dalam keraton. Kemudian terdapat sambutan-sambutan dan acara puncaknya
adalah dikeluarkannya barang-barang peninggalan keraton dengan diiringin
sholawat nabi.
Baris pertama biasanya
para abdi dalam yang memegang payung khusus muludan yang pada awalnya dalam
satu baris , ketika hampir sampai ujung prabayaksa akan berhenti dan membentuk
dua barisan serta tetap berdiri untuk memayungi peninggalan sejarah keraton
yang nanti akan lewat. Baris kedua
biasanya yang memegang nampan kembang jimat yang berisi bunga mawar dan melati.
Lalu selanjutnya terdapat abdi dalam yang memegang lilin. Lilin ini
melambangkan penerangan cahaya, karena kanjeng Nabi Muhammad SAW sangat
menyukai perangan. Selanjutnya,
peninggalan keraton pun dikeluarkan. Iring-iringan ini barisannya
berselang-seling antara pembawa lilin dan pembawa peninggalan keraton. Barang-barang tersebut
nanti akan dibawa ke Musholla untuk didoakan. Akan dibawa kembali sekitar pukul
11.00 malam. Menurut penjelasan abdi dalam, semua barang peninggalan tersebut
sebelumnya sudah dicuci dan dibersihkan pada siang harinya.
Setelah semua pusaka
tersebut sudah keluar semua dari keraton, biasanya para tamu dan pengunjung
yang melihat prosesi diarahkan untuk makan-makanan yang telah disediakan
didalam keraton. Biasanya makanannya itu seperti Nasi Kuning yang kaya akan
rempah. Dengan lauknya seperti Ayam kecap, dengdeng sapi,sambal goreng, ikan
bumbu, perkedel kentang dan berbagai macam menu lainnya. Bahan baku yang dipakai
untuk memberi makan tamu dan para pengunjung sendiri biasa didapat dari orang
sekitar Kabupaten-Kota Cirebon yang memiliki hasil bumi (beras,kentang,ikan
dll) datang sehari sebelunya atau saat pagi hari untuk membawa hasil bumi dan
dipersembahkan untuk keraton. Semua hasil bumi yang diberi oleh masyarakat
secara sukarela, mereka hanya mengharapkan didoakan kembali oleh orang-orang
keraton dan mendapat air doa sebagai imbalan.
0 Response to "Panjang Jimat Kacirebonan"
Posting Komentar